Daftar Blog Saya

Apa yang anda cari

Pesan Tiket Pesawat

Jumat, 22 Januari 2010

Khasiat Sirih Merah

Khasiat Sirih Merah

From : Budhi Prasetyo

================================================

From : Budhi Prasetyo



Daun Sirih Merah, Obat Tradisional Kencing Manis

BOGOR – Daun Sirih merah (Piper crocatum) selain berfungsi sebagai tanaman hias, ternyata juga bias dimanfaatkan tanaman obat tradisional penderita kencing manis (diabetes mellitus/ DM). Masyarakat Sleman, Yogyakarta khususnya telah memanfaatkan khasiat daun sirih merah ini turun temurun. Secara empiris, selain kencing manis, daun sirih merah sering dimanfaatkan sebagai obat alternatif ambeien, peradangan, kanker, asam urat, hipertensi (darah tingi), hepatitis, kelelahan dan maag.

Senyawa fitokimia yang terkandung dalam daun sirih merah ini yakni alkoloid, saponin, tanin, dan flavonoid. Menurut Ivorra, M.D dalam buku A Review of Natural Product and Plants as Potensial Antidiabetic, senyawa aktif alkoloid dan flavonoid memiliki aktivitas hipoglikemik atau penurun kadar glukosa darah.

Menurut Mega Safithri dan Farah Fahma, peneliti muda Institut Pertanian Bogor (IPB), telah meneliti keamanan ekstrak air daun merah dan kemampuannya dalam menurunkan kadar glukosa darah.

Pembuatan ekstrak daun sirih merah sangat mudah. Sebanyak 200 gram daun sirih merah direbus bersama 1 liter air sampai volumenya tinggal 100 ml. Perbandingan berat daun sirih merah dengan volume ekstrak rebusan yang diminum adalah 200 g : 100 ml atau 2 banding 1.

Untuk mengetahui tingkat keamanan dan efek samping daun yang bersifat antiseptic, Mega melakukan uji toksisitas. Ekstrak dengan konsentrasi 0, 5, 10, 20 g/kg bobot badan diberikan secara oral pada masing-masing enam ekor tikus Sparague dawley. Setelah 7 hari pencekokan, bobot tubuh ke-24 tikus tersebut bertambah dan sehat wal alfiat. Tidak ada yang mati. Artinya, pemberian ekstrak hingga dosis 20 g/kg berat badan aman dikonsumsi dan tidak bersifat toksik (beracun).

Dosis tepat sebagai obat DM, bisa ditentukan melalui uji antihiperglikemik pada 6 kelompok tikus. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor tikus. Keenam kelompok tersebut adalah kelompok normal (A), kelompok kontrol negatif (B), kelompok kontrol positif (C), kelompok ekstrak daun sirih merah dengan 3 macam dosis yakni 100 x dosis daonil (D), 1000 x dosis daonil (E), dan 20 g/kg BB (F). Selain tikus A,

Perlakuan tersebut berlangsung selama 10 hari dan selanjutnya dilakukan pengukuran kadar glukosa darah masing-masing kelompok. Hasilnya, kadar glukosa darah kelompok tikus yang diberi sirih merah dosis 1000 x daonil dan 20 g/kg BB menunjukkan tidak berbeda nyata atau sama dengan kelompok tikus normal. Ekstrak daun sirih merah dosis 20 g/kg BB mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus sebesar 34, 3 %. Lebih tinggi penurunnya dibanding pemberian obat anti DM komesial daonil 3,22 ml/kg yang hanya menurunkan 27 persen glukosa darah tikus.

”Walau pengujiannya menggunakan tikus, akan tetapi bias diaplikasikan pada manusia penderita DM. Dosisnya ialah berat badan penderita dikalikan dengan 20g/kg BB,” jelas Staf Pengajar Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB ini. Dia menyarankan, kalau penderita DM memiliki berat badan 50 kg maka ia membutuhkan 1 kg daun sirih merah segar atau 500 ml ekstrak air rebusan. Ektrak ini bisa diminum dua kali sehari setiap pagi dan sore sebanyak 250 ml. Meski demikian, uji klinis langsung pada penderita kencing manis belum pernah dilakukan. (diek)

http://www.bogoronline.com/index.php?ar_id=108&catid=9

================================================

Jangan Panggil Aku MONYET

From : Endang

Date: Tuesday, April 28, 2009, 6:09 AM

"Kamu minta buah terus, kayak mengandung bayi monyet saja". Itu kalimat yang dilontarkan ayah Septi, Yusni Abdul (35) saat Fatma mengandung putri keduanya itu.

Berhati2 dalam berucap, alangkah lebih baiknya untuk pikir dahulu sebelum berkata... biarpun maksudnya ”cuma” bercanda, tapi kalau di-amin-kan oleh malaikat bisa gawat...

From: Ardiani Gita-JKTMAC4 [mailto:Ardiani-Gita@marubeni.com]
Sent: Tuesday, April 28, 2009 4:58 PM
Subject: FW: Jangan Panggil Aku MONYET

kasian banget....
makanya hati2 terhadap ucapan, karena ucapan adalah doa...

Gorontalo (ANTARA News) - Tangan-tangan kecil mengkerut itu menuliskan sebaris kalimat "nama saya Septiningsih Abdul, cita-cita ingin disayang semua orang" dengan untaian huruf yang berjejer rapi di secarik kertas.
Boleh jadi Septi, nama akrabnya, memang hanya mencita-citakan satu hal dalam hidupnya yakni diterima dan dicintai semua orang di sekelilingnya dengan kondisi tubuh yang serba kekurangan. Rambut lebat nyaris menutupi sekujur tubuh bocah berusia sepuluh tahun ini.
Tak hanya rambut, yang membuat orang seketika melihatnya mirip primata karena rahang atas dan bawahnya yang menonjol, hidung pesek berbulu halus, kelopak mata melebar ke dahi serta telinga yang hampir tak memiliki lubang.
Awalnya pasti kaget, namun bila sudah berbincang dan menatapnya sekian lama, pandangan aneh terhadap bocah inipun perlahan akan luntur.
"Pertama kali Septi keluar dari kandungan ibunya, saya sangat terkejut dan anak itu hampir jatuh dari tangan saya," ujar Ija, bidan desa yang membantu persalinan ibu Septi, Fatma Nusi, sepuluh tahun lalu di Desa Tilangobula, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango.
Dengan keanehan yang dimiliknya, tak pelak kehadiran Septi ke dunia menghebohkan warga setempat, yang kemudian mengkaitkannya dengan kutukan.
Pandangan sebelah mata, cemooh, gunjingan dan bahkan rasa simpati yang datang dari tetangga pun merupakan hal yang biasa diterima keluarganya.
Bukannya tak pernah putus asa, namun bagi Fatma penyesalan dan air mata rasanya tak pantas dikucurkan atas kehadiran Septi yang hanya berbeda fisik dengan manusia ciptaan Tuhan lainnya.

Ucapan Jadi Kenyataan
"Kamu minta buah terus, kayak mengandung bayi monyet saja". Itu kalimat yang dilontarkan ayah Septi, Yusni Abdul (35) saat Fatma mengandung putri keduanya itu.
Kalimat yang diibaratkan sebagai kutukan oleh ayah Septi yang kesal karena istrinya selalu mengidamkan buah-buahan itu, kemudian diyakini sebagai penyebab anaknya terlahir dengan wajah layaknya seekor kera.
"Mungkin ucapan itu didengar Tuhan dan akhirnya menjadikannya kenyataan sebagai cobaan bagi saya dan suami," ujar Fatma dengan nada sendu, mengenang rasa pedih saat hamil.
Tiga tahun sejak Septi dilahirkan, Fatma terpaksa membesarkan ketiga anaknya setelah ditinggal cerai suaminya yang malu karena memiliki anak dengan fisik yang berbeda dengan anak normal lainnya.
Meski hanya sebagai pembantu rumah tangga, Fatma membesarkan Septi dengan penuh kasih sayang, tanpa membedakannya dari kedua saudaranya.
Rasa pedih kian menusuk kalbu Fatma, ketika melihat putrinya sejak usia empat tahun kadang-kadang berjalan merangkak dan tampak lincah seperti kera.
"Saya sering memarahinya kalau berjalan merangkak. Takutnya akan jadi kebiasaan dan orang-orang akan yakin dia memang hampir seperti monyet," ujar Fatma.
Alhasil, usaha Fatma untuk menghilangkan kebiasaan anaknya itupun berhasil. Septi kini nyaris tak pernah lagi berjalan merangkak, sehingga tak ada lagi perilakunya yang dianggap aneh.
Meski memiliki seorang anak yang abnormal dan hidup sebagai orang tua tunggal, namun tak pernah terpikirkan di benakknya untuk membunuh atau membuang putrinya itu, seperti yang marak dilakukan oleh orang tua putus asa belakangan ini.
"Memang berat menjalani semuanya, namun saya yakin Septi hadir dalam kehidupan saya untuk melihat sebesar apa sabar dan kasih sayang terhadapnya," kata Fatma.

Tetap Sekolah
Septi jauh lebih beruntung. Ia tak kehilangan keceriaan pada masa kanak-kanaknya dan masih mengenyam pendidikan formal dengan hasil banting tulang ibunya yang juga sebagai buruh cuci keliling.
Kini ia duduk di bangku kelas dua Sekolah Dasar Dumbaya Bulan, yang berjarak sekitar tiga kilometer dari rumahnya yang terbalut anyaman bambu itu.
"Septi sempat tinggal kelas waktu di sekolah lama. Ia mengaku tertekan karena diejek teman-temannya," kata salah seorang guru Septi, Elvin Adam.
Meski bocah itu tak tergolong juara kelas, namun Septi adalah siswi yang mandiri dalam mengerjakan tugas serta tes ujian alias anti nyontek.
Bahkan, angka delapan dan sembilan kerap menghiasi raport Septi untuk mata pelajaran Agama Islam dan olahraga.
"Septi paling suka lomba lari, selalu jadi juara. Kata Pak Guru, kelak saya bisa jadi atlit hebat dan bisa jalan-jalan ke Jakarta," ujar Septi dengan polosnya.
Di sekolah itu, ia mengaku bisa lebih berbaur dengan semua temannya, kendatipun pada awalnya juga harus membiasakan diri dengan tatapan aneh dari orang disekelilingnya.
Anak lincah itu justru menuai perhatian berlebih dari gurunya, karena dianggap lebih membutuhkan banyak kasih sayang dibanding anak didik lain yang normal.

Kelainan Genetik?
Tak ada yang tahu kenapa Septi terlahir demikian.
Mungkin sebentar lagi bocah berambut panjang itu akan menjadi obyek penelitian oleh sejumlah ilmuwan.
Terlebih, Departemen Kesehatan RI menginstruksikan segera membawa Septi ke Jakarta, untuk diteliti apa yang menjadi penyebab kelainan fisik anak yang dikenal periang itu.
"Untuk sementara ini, Depkes akan meneliti dulu apakah kelainan ini disebabkan faktor genetik atau bukan," kata Kepala Pusat Pemeliharaan Kesehatan Depkes RI, Cholik Masulili.
Penelitian ini bisa jadi akan menjadi temuan baru dalam ilmu sains, mengingat kasus seperti yang dialami Septi merupakan yang pertama di Indonesia.
Tawaran dari Depkes ini pun diterima dengan senang hati oleh Septi dan keluarganya.
Ibunya memang tak berharap wajah Septi bisa seperti anak normal lainnya, namun ia punya harapan besar bahwa putri kecilnya itu punya masa depan yang lebih cerah setelah ditangani sejumlah dokter ahli dan peneliti nanti.
"Kalau wajah diubah itu rasanya tak mungkin lagi, yang penting rambut di badannya bisa hilang itu sudah lebih dari cukup," harap Fatma.
Sementara bagi sang anak, rencana untuk ke Jakarta itu sudah sangat dinanti, dengan harapan saat balik nanti ia punya segudang cerita buat teman sepermainannya di desa.
Setidaknya, kata Septi, ia bisa mewujudkan impiannya untuk jalan-jalan ke Jakarta dan naik pesawat.
Lebih dari itu, hanya satu yang paling diinginkan Septi, "Jangan panggil saya monyet!" katanya. (*)




5 lampiran — Download semua lampiran
image001.jpg image001.jpg
20 K Tampilan Download
Sirih Merah Penurun Glukosa Darah.doc Sirih Merah Penurun Glukosa Darah.doc
28 K Tampilkan sebagai HTML Buka sebagai dokumen Google Download
Sirih Merah - Sembuh Bukan Sekadar ImpianOleh.doc Sirih Merah - Sembuh Bukan Sekadar ImpianOleh.doc
34 K Tampilkan sebagai HTML Buka sebagai dokumen Google Download
SIRIH MERAH ATASI DIABETES MELITUS DAN TUMOR.doc SIRIH MERAH ATASI DIABETES MELITUS DAN TUMOR.doc
31 K Tampilkan sebagai HTML Buka sebagai dokumen Google Download
Sirih Merah Atasi Diabetes.doc Sirih Merah Atasi Diabetes.doc
28 K Tampilkan sebagai HTML Buka sebagai dokumen Google Download

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Compare hotel prices and find the best deal - HotelsCombined.com