Daftar Blog Saya

Apa yang anda cari

Pesan Tiket Pesawat

Jumat, 21 Oktober 2011

Bagaimana Nasib Nuklir di masa akan datang ???


Ketika Nasib Nuklir di Ujung Tanduk

Headline
Ilustrasi - Foto : Ist
Oleh: Vina Ramitha
Minggu, 9 Oktober 2011 | 13:02 WIB
TERKAIT
Diberdayakan oleh Terjemahan
INILAH.COM, Jakarta – Sejak gempa besar meluluhlantakkan Jepang dan mengoncang PLTN Fukushima Daiichi, penggunaan tenaga nuklir langsung dipertanyakan. Nasibnya pun hingga kini di ujung tanduk.
Sentimen antinuklir sudah mulai merambah, terutama di Eropa. Italia akan mengambil suara untuk referendum yang melarang penggunaan nuklir selama satu dekade mendatang. Jerman memutuskan akan menutup seluruh reaktornya pada 2022, yang membuat raksasa industri Siemens membatalkan niatan membuat PLTN dengan Rosatom dari Rusia.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) baru-baru juga ini membuat ulang prediksinya mengenai energi nuklir. Mereka menyatakan, pasar tenaga nuklir di dunia untuk produksi listrik kemungkinan besar akan turun lebih dari setengah ke 6% per 2050. Meskipun jumlah reaktor yang beroperasi kian banyak.
“Hal ini bukan disebabkan karena industrinya tidak tumbuh,” ujar pejabat senior IAEA Hans-Holger Rogner. Tak mengejutkan, sebagian besar perkembangan industri nuklir ini berada di Asia. Ini menandakan tren industrialisasi yang makin berkembang di kawasan ini, naiknya populasi dan urbanisasi. Terutama dua raksasa, China dan India.
Bukan berarti, negara berkembang tak hati-hati dalam menggunakan energi mahadahsyat ini. China menunda pembangunan PLTN sejak Maret lalu akibat gempa besar Jepang yang berujung pada bencana nuklir. Negeri Panda sedang menata ulang inspeksi keamanan di seluruh PLTN mereka dan mengawasi yang sedang dibangun.
Kabarnya, inspeksi keamanan ini akan diselesaikan tahun depan dan pemerintah China akan meloloskan izin pembangunan PLTN. Sementara di India, otoritas nuklirnya sedang menantikan laporan terbaru dari otoritas nuklir Prancis sebelum menyelesaikan pesanan reaktor dari raksasa nuklir Prancis, Areva.
“Situasinya berbeda di Asia, kebalikan dari Eropa. Pemerintah di kawasan itu siap menanggung resiko dan terus berinvestasi. Di Asia, masa depan industri nuklir masih cerah karena pertumbuhannya tinggi,” kata Direktur Australian Energy Research Institute Vassilos Agelidis.
Pemerintah Asia pun diperingatkan oleh negara-negara yang khawatir, bahwa sangat penting untuk menyeimbangkan keamanan energi dan lingkungan hidup terkait penggunaan energi nuklir. Apalagi, menurut Direktur Navitas Resources Tom James, Asia membutuhkan nuklir karena pertumbuhannya amat cepat.
“Pilihan mereka, nuklir atau menambah lagi batu bara dan gas alam. Beberapa negara punya pembangkit listrik bertenaga batubara yang memasok setengah kebutuhan energi dunia. Jadi, ini pilihan sulit bagi Asia,” kata James. Insiden Fukushima, lanjut James, tak begitu mempengaruhi pasar energi nuklir karena dampaknya tak seserius tragedi Chernobyl.
Apalagi, kini ada generasi baru energi atom yang lebih aman dan akan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan energi nuklir. “Kita tak bisa meninggalkan energi nuklir begitu saja. Masyarakat harus menghargai penggunaan desain baru yang lebih aman itu,” lanjut James.
Dari segi pasar, Kepala Strategi Komoditas di Blue Phoenix, John Licata mengatakan, memang ada koreksi 30% pada harga uranium. Selain penurunan 50-60% di berbagai tambang uranium, pascatragedi Fukushima. “Tapi industri nuklir masih dipercaya karena banyak akuisisi dan merger beberapa waktu bekalangan ini,” pungkasnya. [ast]

Dicopy dari : Inilah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Compare hotel prices and find the best deal - HotelsCombined.com