Kita musti banyak belajar dari cara hidup
masyarakat Kaligesing di musim durian.
Ketika musim durian tiba, hampir semua sudut kota Purworejo penuh dengan pedagang durian. Pemandangan ini pada prinsipnya sama dengan pemandangan daerah lain ketika musim buah-buahan tiba. Sebut saja misalnya ketika musim mangga tiba, maka daerah sepanjang Indramayu di Jawa Barat atau Probolinggo di Jawa Timur penuh dengan pedagang mangga musiman. Demikian juga di Purworejo, saat musim durian tiba, pedagang durian musiman bagaikan laron di musim hujan. Di pasar-pasar, di emper toko, di pinggir jalan, bahkan di halaman masjid, penuh dengan durian. Saat musim durian tiba, stok durian di Purworejo berlebih, dampaknya harga durian terjun bebas hingga Rp 3000 per buah.
Ketika musim durian tiba, hampir semua sudut kota Purworejo penuh dengan pedagang durian. Pemandangan ini pada prinsipnya sama dengan pemandangan daerah lain ketika musim buah-buahan tiba. Sebut saja misalnya ketika musim mangga tiba, maka daerah sepanjang Indramayu di Jawa Barat atau Probolinggo di Jawa Timur penuh dengan pedagang mangga musiman. Demikian juga di Purworejo, saat musim durian tiba, pedagang durian musiman bagaikan laron di musim hujan. Di pasar-pasar, di emper toko, di pinggir jalan, bahkan di halaman masjid, penuh dengan durian. Saat musim durian tiba, stok durian di Purworejo berlebih, dampaknya harga durian terjun bebas hingga Rp 3000 per buah.
Ada
beberapa wilayah di Purworejo yang merupakan sentra perkebunan durian, seperti
Loano, Gebang dan Bruno, tetapi penghasil durian terbesar di Purworejo adalah
wilayah Kecamatan Kaligesing. Kaligesing adalah nama salah satu dari 16
kecamatan yang ada di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Kecamatan dengan luas
69 km² ini memiliki jumlah penduduk sekitar 35.562 jiwa menurut data BPS tahun
2000. Kecamatan yang berada di perbukitan ini memiliki 21 desa atau kelurahan.
Kaligesing
memiliki banyak keunikan. Ia bahkan lebih terkenal bila dibandingkan kecamatan
lain di Purworejo. Nama Kaligesing menasional setidaknya karena beberapa hal
seperti, tempat kelahiran Pahlawan Nasional WR Supratman, Kambing Ettawa, Goa
Seplawan , Tari Dolalak, dan Duren Kaligesing.
Masyarakat
di sekitar Purworejo sudah mafhum dengan “kehebatan” durian Kaligesing. Dulu,
ketika musim liburan semester, teman saya yang kebetulan kuliah di UGM selalu
main ke Kaligesing berburu durian. Pada musim durian, kota Purworejo menjadi
“hidup”. Pecinta durian dari Wonosobo, Magelang, Kebumen, Jogjakarta
berbondong-bondong ke Kaligesing untuk menikmati durian yang memang punya rasa
khas. Bahkan, ada teman saya dari Jakarta, seorang lawyer yang rela ke
Purworejo hanya untuk menyantap durian Kaligesing.
Mengapa
durian Kaligesing punya daya “magis” sehingga banyak orang merindukannya? Iya,
karena durian ini berbeda rasa dengan durian lain, meski sama-sama dari
Purworejo. Kualitas rasa durian Kaligesing terjaga sejak zaman dulu hingga
sekarang. Tak heran kalau banyak orang yang bilang ,”jangan bilang pecinta
durian kalau belum makan durian Kaligesing”.
Rahasia Di Balik Rasa
Keistimewaan
durian Kaligesing ada pada rasanya. Sulit dilukiskan dengan kata-kata. Yang
jelas manis, legit, nyamleng, dan tidak bikin mual. Jika tidak ingat
kolesterol, maka orang akan makan durian Kaligesing sepuasnya dan sekenyangnya
sampai mblenger .
Keistimewaan
ini bukan tanpa usaha. Awal Januari 2012, kebetulan ke Purworejo dan bertemu
dengan teman saya yang asal usulnya dari Kaligesing. Teman saya ini sekarang
tinggal di Jakarta, orang tua di Gebang. Ia memiliki silsilah dari Kaligesing.
Setiap kali musim durian, keluarga yang di Gebang selalu dikirimi durian. Saya
penasaran dengan kehebatan durian Kaligesing, lalu saya banyak tanya terhadap
teman saya ini. Ia lantas bercerita.
Menurutnya,
durian Kaligesing berbeda dengan durian lain karena buahnya masak dari pohon,
tidak dipetik sebelum jatuh. Durian Kaligesing tidak diimbu sebagaimana
durian-durian lain. Durian Kaligesing matang bukan karena disimpan, tetapi
matang secara alami.
Masyarakat
Kaligesing, kata teman saya, punya tradisi yang dipertahankan sejak dulu sampai
hari ini untuk menjaga kualitas duriannya. Setiap kali musim durian, masyarakat
se-Kaligesing sudah paham dengan aturan tak tertulis, bahwa siapapun dilarang
memetik durian. Masyarakat sepakat durian sengaja dibiarkan jatuh dengan
sendirinya. Masing-masing orang yang memiliki pohon durian wajib menjaga
duriannya, baik siang atau malam hari. Setiap orang yang punya pohon durian
wajib ronda menjaga duriannya.
Jika
kebetulan ada orang yang melihat durian tetangga jatuh, maka orang itu wajib
melaporkan durian itu kepada pemiliknya. Ia dilarang menyembunyikan apalagi
memilikinya. Jika melanggar, ndilalahnya ada saja sial yang dialaminya. Atau
bisa jadi, tetangga yang lain ramai-ramai mencemoohnya.
Jika ada orang yang memaksakan diri memanen duriannya dengan cara memetiknya, maka orang itu akan terkucil dengan sendirinya. Jika ada orang yang menyembunyikan durian tetangga yang tidak diketahui pemiliknya, orang itu lama kelamaan akan mengakui, bahwa ia telah nyolong durian tetangga. Maka, di Kaligesing tidak ada pedagang yang membeli durian yang masih di atas, apalagi dengan sistem ijon, sebagaimana yang dilarang syariat Islam.
Jika ada orang yang memaksakan diri memanen duriannya dengan cara memetiknya, maka orang itu akan terkucil dengan sendirinya. Jika ada orang yang menyembunyikan durian tetangga yang tidak diketahui pemiliknya, orang itu lama kelamaan akan mengakui, bahwa ia telah nyolong durian tetangga. Maka, di Kaligesing tidak ada pedagang yang membeli durian yang masih di atas, apalagi dengan sistem ijon, sebagaimana yang dilarang syariat Islam.
Tradisi
ini terpelihara sejak ratusan tahun yang lalu, hingga kini. Hebatnya,
masyarakat Kaligesing seolah satu suara, koor dan sepakat mempertahankan
tradisi yang luar biasa ini. Maka, tidak heran kalau Kaligesing adem ayem dan
aman tenteram, karena setiap orang memiliki kesadaran yang tinggi. Setiap orang
tahu betul hak dan kewajibannya dan setiap orang tahu sanksi yang bakal
diterimanya jika melanggar aturan itu.
Hikmah yang Terkandung
Berkaca
dari pola hidup masyarakat Kaligesing dalam hal menjaga cita rasa duriannya,
maka sejatinya orang hidup di mana pun, sejatining hurip, setiap orang harus
bisa menahan diri, harus bisa menempatkan diri, dan harus bisa menjaga diri.
Masyarakat Kaligesing bisa menahan diri untuk tidak terburu-buru memanen
durian. Masyarakat Kaligesing bisa menempatkan diri untuk tidak menyerobot
durian tetangga yang jatuh. Masyarakat Kaligesing bisa menjaga diri untuk tetap
mempertahankan ciri khas durian “miliknya”. Masyarakat Kaligesing sepakat
“berpuasa “ untuk memetik hasil yang maksimal. Dan, hasil maksimal itu adalah
sebagaimana yang saya dan Anda semua rasakan, “Duren Kaligesing memang Beda”
Prestasi
dan perjuangan masyarakat Kaligesing seharusnya mendapatkan perhatian dan
apresiasi dari pemerintah daerah. Setidaknya pemerintah bisa membantu
mengampanyekan potensi ini hingga ke luar daerah, jika perlu ke tingkat
nasional. Lebih jauh pemerintah daerah harus bisa menunjukkan kepada masyarakat
luas bahwa durian Kaligesing memiliki keunikan tersendiri, sebelum diklaim oleh
daerah lain atau oleh Malaysia. Itu saja. Sri
Widodo Soetardjowijono.
Dikutip dari : Blogger Purworejo Community
Tidak ada komentar:
Posting Komentar