Clara dan Cermin Ajaib |
Sep 5, '08 9:59 PM
untuk semuanya |
“Huh…”
Clara menghela napas panjang. Gadis
kecil yang duduk di kelas 4 SD itu berjalan pulang dengan langkah gontai.
Wajahnya murung. Tadi di sekolah, gurunya membagikan hasil ulangan. Nilai Clara
jelek. Pasti Mama akan memarahinya.
Dalam
perjalanan pulang ke rumah, Clara melewati sebuah toko barang antik. Di
jendelanya dipajang berbagai benda-benda menarik. Ada sisir model kuno dengan
ukir-ukiran cantik di gagangnya. Ada lampu meja yang tutupnya terbuat dari bulu
burung merak. Ada kotak perhiasan dengan gambar naga yang timbul di atasnya.
Namun yang paling menarik perhatian Clara adalah sebuah cermin mungil dengan
hiasan bunga di tepinya.
“Tertarik
dengan cermin tersebut?” Tiba-tiba wanita penjaga toko sudah ada di sampingnya.
Rupanya, tanpa sadar Clara tengah memandangi cermin tersebut dengan penuh
minat.
“Mari
masuk. Kutunjukkan kelebihan cermin ajaib itu. Cocok untuk gadis berwajah
murung sepertimu,” ajak wanita penjaga toko itu. Rambutnya yang hitam panjang
terkibas ketika ia melenggang masuk ke dalam toko. Demikian pula dengan gaun
kelabunya.
Di dalam toko, wanita penjaga
toko membiarkan Clara menimang-nimang cermin itu. “Ini cermin ajaib,” katanya.
“Apapun masalahmu, cermin ini dapat memberitahukan kejadian di masa lalu yang
menjadi penyebab masalahmu. Cukup katakan, ‘Tunjukkan di mana salahnya’.“
Ketika Clara tampak ragu, wanita
itu melanjutkan, “Ambillah secara cuma-cuma. Sudah lama barang ini tidak laku.”
Clara begitu terpesona dan
senang. Sampai di rumah, Clara mengunci pintu kamarnya, mengeluarkan cermin
ajaib dari kantongnya, dan berkata, “Kenapa nilai ulanganku jelek? Tunjukkan di
mana salahnya!”
Tiba-tiba hiasan bunga di tepi
cermin berputar, mengeluarkan suara seperti jarum jam, “Tik-tuk-ti-tuk…” Dan
bayangan kejadian dua hari yang lalu terlihat di cermin: Bobby, kakak Clara,
mengajaknya bermain ketika Clara akan belajar untuk ulangan.
“Tentu saja,” pikir Clara dalam
hati, “Ini gara-gara Bobby!” Clara merengut kesal. “Akan kubalas, lihat saja!”
Malam harinya, Bobby yang sudah
duduk di kelas 6 SD sedang mengerjakan PR. Dengan niat membalas, Clara
mengganggu Bobby. Mula-mula ia menantang Bobby main catur, “Ayolah, nanti saja
buat PR-nya! Mari bertanding catur denganku! Aku pasti menang!”
Sayang, usaha Clara tidak
berhasil. Bobby tahu bahwa ia harus mengerjakan PR terlebih dahulu. Apalagi, ia
akan menghadapi ujian masuk SMP.
Clara tak habis akal. Kali ini,
dipasangnya radio keras-keras sehingga Bobby tak bisa berkonsentrasi. Bobby pindah
ke ruang tengah. Clara mengikutinya. Di ruang tengah, Clara membuat pesawat
terbang kertas dan menerbangkannya ke arah Bobby. Tentu saja Bobby kembali
terganggu. Maka Bobby mengeluarkan jurus terakhir, “Mama…! Clara usil, nih,
menggangguku belajar terus!”
Sebelum Mama datang memarahinya,
Clara ngibrit ke kamar! Dan, ups! Karena terlalu sibuk
mengusili Bobby, Clara lupa mengerjakan PR-nya sendiri… Padahal hari sudah
malam. Wah, harus bergadang, deh!
Keesokan harinya, Clara
terlambat bangun pagi. Dengan terburu-buru, Clara mencari pakaian olahraganya.
Hari ini ada pelajaran olahraga. Ia mengaduk-aduk lemari pakaiannya yang
berantakan, tapi tidak menemukan pakaian olahraganya.
Alhasil, Clara dimarahi guru
olahraganya. Aduh, apesnya… Salah siapa kali ini? Clara mengeluarkan cermin
ajaib. Hiasan bunga segera berputar, dan suara tik-tak-tik-tak kembali
terdengar. Terlihat bayangan kejadian satu minggu lalu. Saat itu, Bik Minah
menanyakan pakaian olahraga Clara yang kotor. Bik Minah hendak mencucinya. Tapi
Clara terlalu sibuk bermain boneka dan tidak mengindahkan Bik Minah.
Ah, Clara ingat sekarang!
Pakaian itu pasti masih di kantong yang ia bawa minggu lalu. Waduh, pasti sudah
bau apek! Bagaimana, sih, Bik Minah! Clara kembali menyalahkan orang lain.
Hari ini, Bik Minah yang jadi
sasaran kemarahan Clara. Apapun yang dilakukan Bik Minah, selalu saja salah di
mata Clara. Susu yang dibuatkan Bik Minah terlalu manis. Masakan yang dibuat
Bik Minah tidak enak. Dan masih banyak lagi.
Tentu saja Mama menegur ulah
Clara, “Clara, kamu tidak boleh bersikap begitu pada Bik Minah. Mama rasakan,
masakan Bik Minah enak seperti biasanya. Kalau kamu merasa masakannya tidak
enak, kamu tidak usah makan!” Memang, Mama selalu bersikap tegas pada
putra-putrinya.
Ditegur seperti ini, Clara
menangis dan berlari ke kamarnya, “Hu-hu-hu… Kenapa aku mendapat masalah melulu
akhir-akhir ini? Cermin ajaib, kali ini tunjukkan siapa yang salah! Kenapa aku
dimarahi Mama?!”
Hiasan bunga di tepi cermin
berputar. Suara tik-tak-tik-tak terdengar. Namun kali ini banyak sekali
bayangan kejadian yang ditunjukkan cermin ajaib. Mulai dari Bobby yang
membuatnya kemalaman membuat PR, guru olahraga yang galak, Bik Minah, juga
dirinya sendiri. Siapa yang salah? Clara jadi pusing sendiri. Satu masalah yang
ia bawa berlarut-larut membawa kepada masalah yang lain. Karena tak tahu siapa
yang harus disalahkan, Clara kembali menangis putus asa.
“Tok-tok…” Pintu kamar Clara
diketuk. Rupanya Mama.
“Kamu menangis, Sayang?” Tanya
Mama lembut. “Ayo, ceritakan kepada Mama kenapa akhir-akhir ini kamu usil dan
mudah marah?”
“Habisnya, semua orang membuat
Clara mendapat masalah, Ma! Mula-mula Kak Bobby! Kemudian…” Clara pun
menceritakan semuanya kepada Mama.
Setelah mendengar cerita Clara,
Mama tersenyum sabar, “Kamu yakin semua itu gara-gara mereka? Bobby mengajakmu
bermain, tapi kalau kamu menolak, Mama yakin Bobby juga tidak akan memaksa.
Karena sibuk ingin membalas Bobby, kamu kemalaman membuat PR, dan tidak
menyiapkan pakaian olahraga. Bik Minah pun tidak mencuci pakaian olahraga
karena kamu tidak memberikan pakaian kotormu kepada Bik Minah, bukan? Padahal
Bik Minah sudah menanyakannya kepadamu. Jadi semua ini adalah kesalahanmu
sendiri. Iya, tidak?”
“Tapi, Ma… Menurut cermin ajaib,
itu kesalahan mereka!”
“Cermin ajaib apa?” Mama
bertanya bingung.
Tapi ketika Clara ingin
menunjukkan cermin ajaib kepada Mama, cermin itu tersenggol dan jatuh dari atas
tempat tidur. Cermin itu hancur berkeping-keping.
“Clara, bila menghadapi masalah,
kita tidak boleh mencari-cari kesalahan orang lain dan berlarut-larut dalam
masalah itu. Lebih baik, kita berusaha memperbaiki diri dan mencari cara
bagaimana menyelesaikan masalah itu. Bukannya terus menerus melihat ke belakang.
Ya, sayang?” Kata Mama bijaksana.
Clara mengangguk. Benar juga
yang dikatakan Mama.
Di Copy dari : Dina Antonia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar